Bismillah
Telah berabad-abad manusia mencoba mencari jatidirinya, mencoba mengetahui eksistensinya di dalam kehidupan. الله sebagai Sang Kholiq (Pencipta) manusia tak menelantarkan ciptaanNya ini begitu saja. Telah diterbitkanNya القرآن sebagai buku panduan (guide/manual-book), dan juga telah dijadikanNya Rosululloh (صلى االه عليه وسلم) serta para Shohabatnya (رضي الله عنهم) sebagai model dan figur tawladan. Sebelum penjelasan mengenai unsur-unsur manusia dalam perspektif Islam, sebelumnya akan saya berikan beberapa pemikiran filosofi sebagai perbandingan. Tetapi... catat sebelumnya, walau saya berikan penjelasan mengenai filosofi, bukan berarti saya adalah penganut paham filosofi, ini hanya sebagai bahan studi. Dan juga penting dicatat, karena seringnya saya menulis mengenai sains, bukan berarti saya seorang muta'zila yang lebih mengedepankan aqal dari dalil, sama sekali tidak. Dan sungguh, الله lebih mengetahui semua perkara ghoib, sedangkan manusia hanya mengetahui amat sedikit. الله تعالى اعلم.
Ada beberapa pemikiran secara filosofis mengenai unsur-unsur manusia, diantaranya paham: Physicalism, Materialism, Enactivism, Dualism, dan Spiritualism. Pada Physicalism, yang disebut dengan manusia adalah fisik jasadnya. Jiwa, raga, mental, serta kesadaran adalah satu kesatuan, yang semuanya ter-embodied pada jasad manusia. Jika jasadnya mati, maka si manusia itu sudah tak lain hanyalah mayat, tak ada lagi kehidupan untuknya.
Materialism mirip seperti Physicalism, hanya saja mental dan kesadaran adalah hasil dari interaksi fisik. Sifat dan karakteristik manusia tak lain hanyalah serangkaian efek dari kinerja hormonal, yang secara fisik adalah reaksi kimiawi. Pada bidang sains, Materialism amat berpengaruh pada pandangan para saintis. Mereka berpandangan bahwa ruang-waktu, energi, daya, serta dark-matter, adalah juga rangkaian aksi kinerja fisik dari materi. Physicalism dan Materialism adalah paham yang tak meyakini akan adanya imateri, mereduksi berbagai variabel dan parameter kehidupan yang tak terjangkau penjelasannya.
Enactivism adalah suatu paham pengembangan dari Physicalism dan Materialism setelah berkembangnya penelitian sains mengenai kognitif, bahwa kognisi ada melalui interaksi dinamis antara organisme aktif (hidup) dengan lingkungannya. Bahwa setiap kejadian yang terjadi pada suatu organisme adalah domainnya si organisme itu, dan belum tentu menjadi hal yang sama pada organisme lainnya. Walaupun begitu, kehidupan adalah suatu jaringan yang saling menghubungkan tiap organisme terkait. Dengan paham inilah mencuatnya kembali pemikiran mengenai "Freewill", bahwa tiap jiwa manusia memiliki kebebasan dalam domainnya. Paham ini memiliki 4 aspek yang disebut dengan 4Es: Embodied, Embedded, Enacted, dan Extended.
Dualism adalah paham yang berbeda dari paham-paham yang sebelumnya disebutkan, paham ini meyakini bahwa jasad dan mental/pikiran (kesadaran) manusia adalah dua hal berbeda. Paham ini menyatakan bahwa jasad tak ada kaitannya dengan aktifitas mental, karena jasad hanyalah organisme biologis, sedangkan mental adalah esensi yang lainnya. Beberapa bentuk paham Dualism mencoba menengahi paham ini dengan paham-paham fisikal, seperti Epiphenomenalism yang menyatakan bahwa aktifitas fenomena mental mempengaruhi fisik, dan juga Interactionism yang menyatakan seperti Epiphenomenalism hanya saja berlaku juga sebaliknya kepada mental. Atau bahkan berkembang menjadi paham dualis lain seperti Paralelism dan Occasionalism.
Spiritualism adalah paham dimana aktifitas mental/pikiran adalah sesuatu yang imateri, termasuk juga dengan Tuhan dan fenomena lainnya yang tak terjangkau dengan indrawi. Pada paham inilah berkembang banyak berbagai hal metafisik. Paham Dualism yang spiritualis akan menjadi menjadi paham Theism, sedangkan paham Phisicalism/Materialism yang spiritualis akan menjadi Pantheism.
Seperti itulah para manusia yang mencoba mencari-cari pengetahuan, dengan berbekal aqalnya yang terbatas. Bahkan banyak yang diberikan kelebihan kemampuan aqal tapi justru malah jadi tersesat.
Terlepas dari paham-paham filosofis yang disebutkan di atas, Islam (Dinulloh) mengajarkan paham yang berbeda, dan ajaran ini berasal dari الله Sang Penciptanya manusia melalui RosulNya (صلى الله عليه وسلم), tentulah keterangan dari produsen/vendor utamanya manusia adalah yang valid. Pertama, manusia tidak diberikan informasi pengetahuan mengenai ruh oleh الله kecuali amat sedikit (Al-Qur'an 17:85, Shohih Al-Bukhori:125,4721,7297,7456,7462). Kemudian, sebelum terlahir ke alam dunya ini, ruh manusia memiliki eksistensi dan beraktifitas di alam ruh (Al-Adabul-Mufrod:901), yang berarti belum memiliki jasad. Lalu, si manusia yang eksis di alam ruh ini, dipertemukan dan disatukan dengan jasadnya di dalam rahim ibu, yang kemudian taqdirnya dituliskan hingga kematiannya (Shohih Al-Bukhori:3208, Shohih Muslim:2643, Sunan Abu Dawud:4708). Lalu, manusia lahir dan menjalani taqdirnya di alam dunya hingga kematiannya, lalu ruhnya terlepas/terpisah dari jasadnya. Lalu, setelah sampai di alam akhirot, jasad manusia ditumbuhkan kembali dari serpihan tulang ekornya (Shohih Al-Bukhori:4814,4935, Shohih Muslim:2955, Sunan An-Nasa'i:2077, Sunan Abu Dawud:4743), kemudian ruhnya dikembalikan ke dalam jasadnya, maka manusia hidup kembali dengan jasadnya yang baru, dan manusia akan hidup abadi selamanya dengan jasad seperti itu.
Beberapa poin yang perlu dipahami, walau ruh telah terpisah dari jasad (mati), ternyata si manusia itu masih dalam keadaan hidup. Ada yang mendapatkan siksa alam barzakh (Sunan Abu Dawud:4753), ada yang bagaikan tertidur, ada pula yang mendapatkan nikmat (Al-Qur'an 3:169, Shohih Muslim:1887, Sunan Abu Dawud:2520). Hal ini mengindikasikan bahwa jasad yang terlepas itu bukanlah si manusianya, tetapi hanya wadah atau kendaraan, yang si manusianya itu sendiri dapat dikeluarkan dari wadah/kendaraannya. Bahkan lepasnya ruh dari jasad pun tak hanya dalam keadaan mati, tetapi juga dalam keadaan jantung masih berdegub, seperti ketika sedang tidur (Muwatho':26). Ataupun juga ketika jantung telah berhenti berdegub, ruh masih bisa terhubung dengan jasad dan masih mendengar hanya saja tak bisa menjawab (Shohih Al-Bukhori:1370,3976, Shohih Muslim:2873,2874, Sunan An-Nasa'i:2074,2075, Musnad Ahmad:182). Jasad manusia akan ditumbuhkan lagi oleh الله di alam akhirot nanti dari sisa-sisa serpihan tulang ekor jasadnya yang dulu. Dan kemudian para ahli sains muslim mengasumsikan dengan DNA yang terekam di tulang ekor, bahwa catatan informasi (data) jasadiyah di serpihan tulang ekor itulah yang akan menjadi cikal-bakal jasad yang baru.
Lalu mengenai ruh manusia, telah الله berikan keterangan bahwa manusia hanya memiliki informasi yang amat sedikit mengenai ruh. Bahkan hingga kini perihal mengenai ruh ini pun masih belum bisa diteliti dengan hasil yang baik. Tetapi para ahli neurologi telah mencurigai secuil organ di dalam otak manusia yang dinamakan dengan "Pineal Gland" sebagai penghubung --atau yang sering disebut oleh para ahli teknologi digital/mekatronik sebagai port-- dengan si ruhnya manusia itu. Sedangkan yang berpaham selain Islam seperti Dualism, mengatakan justru Pineal Gland inilah jiwa kesadaran manusia, yang merasa dan sadar bahwa dirinya hidup.
Seperti itulah Islam mengajarkan, dan juga Islam mengajarkan mengenai Dzat الله, bahwa الله memiliki wajah, dua tangan, dua kaki, bahkan betis dan jari-jemari. Juga, الله pun memiliki sifat kasih-sayang, cinta, cemburu, malu, marah, bahkan الله tersenyum juga tertawa. Informasi-informasi ini berasal dari Al-Qur'an dan juga hadits-hadits shohih, dan seorang muslim wajib mengimaninya apa adanya. Hanya saja seperti apanya Dzat الله dan bagaimananya sifat-sifat الله, tak ada satupun yang menyamaiNya. Tak sama juga tak mirip dengan dzat dan sifat makhluq-makhluqNya, serta manusia dilarang untuk mencari-cari, bertanya-tanya, atau membayangkannya. Termasuk juga pertanyaan apakah semua yang berkaitan dengan Dzat الله adalah suatu yang bermateri atau imateri, tak ada satupun yang tahu. Dan dilarang untuk mencari-cari tahu (bahkan para shohabat Rosulpun dilarang menanyakannya), karena segala informasi mengenai الله haruslah berdasarkan wahyu dariNya, apalagi jika informasi itu justru malah diartikan dengan maksud selain aslinya. Paham Islam ini sangat berbeda dengan Spiritualism, bahwa Tuhan[nya mereka] adalah imateri, bahkan dzat serta segala sifat ditakwilkan menjadi hal yang lain. Para penganut Spiritualism yang mengaku sebagai muslim, mereka menjadikan informasi yang diberikan oleh Al-Qur'an dan Al-Hadits mengenai الله sebagai pengibaratan, seperti tangan sebagai pengibaratan dari kekuatan dan kekuasaan, atau wajah sebagai pengibaratan dari ridho. Hal seperti itu adalah terlarang, karena membelokkan dari informasi sebenarnya.
Sains telah memberikan jalan-jalan untuk memahami banyak hal yang tak terpahami sebelumnya, walaupun lebih banyak lagi yang tetap menjadi misteri. Tetapi bagi tiap muslim cendikia yang haus akan ilmu pengetahuan tak perlu khawatir, karena jika telah sampai di alam akhirot, kita dapat menanyakannya langsung kepada Sang Pencipta dari segala sesuatu, sebagai pemuas dahaga ilmu, jika kita sampai ke Jannah. Dan tetap harus diingat, bahwa mustahil kita sampai ke Jannah tanpa memiliki kunci gerbangnya, yaitu kalimat tawhid, لا اله الا الله.
Ibn Sulthon Kholifah
No comments:
Post a Comment